Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), menggelar Seminar bertajuk Reshaping the Accountancy Profession – Opportunities and Challenges for Indonesia, di Hotel Kempiski, Rabu 16 Mei 2012. Masa depan profesi akuntan menghadapi ASEAN Free Trade Area (AFTA) 2015 menjadi perhatian serius.
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) menilai tantangan yang dihadapi profesi akuntan menghadap AFTA terbilang sangat berat, karena kualitas dan kesiapan kompetitor dari negara-negara di belahan ASEAN sudah cukup memadai, sedangkan Indonesia masih harus membenahi sektor keprofesian di tingkatan nasional khususnya yang berhubungan dengan register akuntan.
Direktur Eksekutif IAI Elly Zarni Husin menuturkan IAI berkomitmen untuk mengambil peran strategis dalam kancah keprofesian untuk mendorong kesiapan akuntan-akuntan Indonesia untuk bersaing dalam AFTA 2015. Dia optimis akuntan Indonesia bisa eksis bila kompetensi, integritas, serta profesionalisme mereka semakin ditingkatkan.
“Peluang masih besar bila kita bersiap lebih cepat dan lebih baik. Kita harus menjadi tuan rumah di negeri sendiri dalam AFTA 2015. Jangan menjadi penonton di kandang sendiri,” ungkap Direktur Eksekutif IAI Elly Zarni Husin.
Elly mengungkapkan seminar yang digagas IAI untuk memberikan pengetahuan sekaligus membuka perspektif akuntan nasional, bahwa AFTA bukanlah momentum yang ringan. Persaingan tersebut tidak hanya melibatkan kesiapan personal, namun juga stakeholders keprofesian secara menyeluruh termasuk pemerintah dan organisasi akuntan di tingkatan nasional dan regional. Elly bersyukur Pusat Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai (PPAJP) Kementerian Keuangan dan Asean Federation of Accountants (AFA) juga mendukung langkah IAI untuk menata keprofesian, dengan terlibat aktif dalam ajang
seminar tersebut memberikan sumbangsih pemikiran dan komitmen kebijakan dan regulasi kongkrit dalam proses transformasi akuntan . Beberapa tokoh yang akan menjadi narasumber untuk memberikan pemahaman terhadap tantangan yang dihadapi akuntan Indonesia dalam menghadapi AFTA adalah Kepala PPAJP Langgeng Subur, IFAC Board 2011-2014 Ahmadi Hadibroto, dan Chief Executive ACCA Helen Brand.
“Akuntan profesional menjadi keharusan dalam sebuah kompetisi dan pasar terbuka,” ungkapnya.
Sementara itu Kepala Pusat Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai Kemeterian Keuangan Langgeng Subur menuturkan akuntan Indonesia bakal kewalahan di tengah serbuan akuntan-akuntan asing bila tidak segera melakukan pembenahan optimal dari sisi keilmuan dan skill mereka. Dia khawatir, akuntan Indonesia akhirnya terpental bila gerbang persaingan mulai dibuka, khususnya ketika Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) diberlakukan pada 2015 mendatang.
Apalagi Undang-Undang No.5 Tentang Akuntan Publik memang sudah nyata-nyata memberikan lampu hijau bagi akuntan asing untuk berkiprah di kancah nasional. Secara tidak langsung, kompetisi tersebut bisa membuat akuntan Indonesia kehilangan pangsa pasar karena perusahaan-perusahaan di Indonesia memilih untuk merekrut akuntan asing.
PPAJP memiliki komitmen untuk tidak sekedar menjadi tempat pendaftaran dan pencatatan akuntan beregister di Indonesia, tapi insitusinya menginginkan agar akuntan-akuntan tersebut memang laik dan pantas dengan register yang diperoleh dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tersebut.
Menurut Langgeng PPAJP berperan untuk melaksanakan pendaftaran Akuntan negara; perizinan akuntan publik (AP) dan Kantor Akuntan Publik (KAP); mengembangkan profesi akuntan dan akuntan publik, dengan menyusun regulasi, mendukung penyusunan standar profesional; mendukung sertifikasi profesional; mendukung program pengembangan kompetensi profesional; berpartisipasi dalam berbagai kerja sama nasional dan internasional, dan memperkuat hubungan dengan regulator lainnya.
Selama ini, ujarnya, PPAJP cenderung hanya melakukan administrasi pendaftaran untuk pemberian gelar akuntan bagi lulusan sarjana akuntansi yang menempuh pendidikan profesi akuntansi (PPAk).
Dia menilai daya saing akuntan Indonesia masih belum menggembirakan bila dibandingkan dengan akuntan negara-negara lainnya karena kesadaran mereka untuk updating keilmuan masih terbatas.
“PPAJP berkomitmen bakal menuntut akuntan untuk senantiasa untuk memperbaharui keilmuan mereka, sehingga kompetensi dan profesionalisme mereka senantiasa terpelihara dari masa ke masa,” ujarnya.
Langgeng mengemukakan arah kebijakan dari PPAJP adalah menyusun peraturan baru mengenai pengembangan akuntan profesional yang mencakup rute alternatif untuk menjadi akuntan profesional; pendaftaran untuk akuntan negara profesional; pendidikan berkelanjutan untuk akuntan profesional; dan menyebutkan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sebagai asosiasi untuk akuntan profesional. Selain itu, PPAJP juga akan menyusun peraturan pendukung sehubungan UU Akuntan Publik No 5/2011.
Menurutnya para pemimpin negara anggota ASEAN telah berkomitmen untuk mempercepat pembentukan Komunitas ASEAN tahun 2015 yang diusulkan dalam Visi 2020 ASEAN dan ASEAN Concord II, dan menandatangani Deklarasi Cebu tentang Percepatan Pembentukan Komunitas ASEAN pada tahun 2015.
Dia menambahkan mereka sepakat untuk mengubah ASEAN menjadi daerah dengan pergerakan bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja terampil, dan aliran modal. Liberalisasi jasa telah dilakukan melalui beberapa putaran negosiasi terutama di bawah Komite Koordinasi untuk Pelayanan.
Kerangka Kerja sehubungan Mutual Recognition Agreement (MRA) untuk profesi Akuntan di ASEAN sebagai persiapan menjelang liberalisasi jasa dan perdagangan ASEAN 2015 ditandatangani pada 26 Februari 2009 di Cha am, Thailand oleh semua Negara Anggota ASEAN.
“Kemajuan pelaksanaan MRA di Akuntansi yaitu pelaksanaan pertemuan regulator akuntansi sebanyak 5 kali di Bandung, Singapura, Solo, Siem Reap, Da Nang. Pertemuan berikutnya akan pada tahun 2012 awal Juli di Bangkok. Pertemuan Pemerintah dan organisasi profesional diselenggarakan sekali di Kuala Lumpur tahun 2011,” ungkapnya.
Sumber: http://www.iaiglobal.or.id/berita/detail.php?id=373
Tidak ada komentar:
Posting Komentar